Judul Posting May Day, Label Moral, Dan Profesi
URL Posting http://skks-media.org/may-day-label-moral-dan-profesi/
Kategori Serbaneka
Gambar LeapOfFaith-300x225.jpg
Konten Dulu ada dikotomi antara "karyawan" dan "buruh", dimana karyawan dicitrakan memiliki strata lebih tinggi. Karyawan dipagari oleh Perjanjian Kerja Bersama, sementara buruh dipagari oleh undang-undang. Sekarang lebur, tidak ada lagi perbedaan yang hanya menyebabkan dis-harmoni.
Karyawan dan buruh adalah sama-sama pekerja, "para petani modern" yang pikiran serta tenaganya tercurah untuk membangun ekonomi bangsa. Sawahnya adalah industri-industri berbagai skala. Dan di antara buruh serta karyawan tidak ada kemunafikan dalam hal atribut. Niat kami bekerja memang demi memperoleh penghasilan, bukan demi atribut "pahlawan tanpa tanda jasa".
Jumlah kami sangat banyak, dan demi memperjuangkan nasib, sebagian di antara kami tidak bisa lagi hanya mengandalkan kebijakan pengusaha dan CEO, fatwa para agamawan, pendapat bijak para moralis, tutur kata idealis para budayawan, atau ucapan diplomatis para politikus. Maka jadilah organisasi serikat karyawan, serikat buruh, atau serikat pekerja sebagai harapan.
Di antara kami tidak sedikit yang terus berjuang mencari keadilan meskipun sadar tidak ada aparat hukum yang seadil Tuhan. Atau dengan kata lain mereka sadar bahwa di dunia ini tidak pernah akan ada penegakan hukum yang sempurna. Namun bukan berarti harus berhenti berjuang.
Dan di atas itu semua, mungkin masih banyak di antara kami yang sadar bahwa bekerja pada hakikatnya adalah untuk beribadah. Dalam rangka inilah, konsep bersyukur yang kami pahami adalah berterima kasih kepada Tuhan sambil tetap berusaha meraih yang terbaik. Toh Tuhan tidak mewajibkan umatnya untuk miskin, bukan ?
Ketika kami menyadari bahwa sedemikian kaya-rayanya sumber daya alam Indonesia, namun kehidupan ekonomi sebagian rakyatnya justru jauh di bawah rata-rata penduduk dunia, maka sampailah pada kesimpulan bahwa ada sesuatu yang keliru. Dan ketika menyadari ada sesuatu yang keliru, masih pantaskah kami diam ?
Kita tidak pernah tahu nominal rejeki yang akan diberikan oleh Tuhan. Karena itu terus berjuang sambil bersyukur adalah pilihan terbaik.
Realita adalah kejujuran tiada tara, karena realita berlaku nyata dalam gumpalan fakta. Sejumlah pekerjaan yang dahulu dibungkus oleh label-label moral murni seperti "pahlawan tanpa tanda jasa", "penyeru umat", "penyebar semangat", "pelita bangsa", dan sejenisnya kini telah banyak menampakkan diri dalam bentuknya sebagai profesi. Dan profesi selalu dikait-kaitkan dengan penghasilan. Dalam kondisi yang tidak terbantahkan seperti ini, maka yang diperlukan tinggallah profesionalisme. Artinya setiap profesi harus diiringi oleh profesionalisme dimana di dalamnya terkandung unsur-unsur kualitas, keadilan, tanggung-jawab sosial, dan tentu saja semangat.
Keadilan, ya keadilan. Jika merasa diperlakukan tidak adil ya menuntut dong pada institusi terkait. Tidak perlu senggol kiri dan senggol kanan mempermasalahkan jalur-laku para buruh. Malah jika mungkin tirulah langkah-langkah para buruh yang setahap demi setahap nampak semakin realistis dan mampu bersatu.
Hingga hari ini mungkin baru para buruh yang sanggup realistis menyodorkan diri apa adanya tanpa harus dibebani sejumlah atribut moral yang terlalu tinggi bergaya munafik. Terkecuali pada TKI yang masih sering disebut-sebut sebagai "pahlawan devisa". Dan sebutan tersebut bukanlah keinginan dari para TKI sendiri.
URL Posting http://skks-media.org/may-day-label-moral-dan-profesi/
Kategori Serbaneka
Gambar LeapOfFaith-300x225.jpg
Konten Dulu ada dikotomi antara "karyawan" dan "buruh", dimana karyawan dicitrakan memiliki strata lebih tinggi. Karyawan dipagari oleh Perjanjian Kerja Bersama, sementara buruh dipagari oleh undang-undang. Sekarang lebur, tidak ada lagi perbedaan yang hanya menyebabkan dis-harmoni.
Karyawan dan buruh adalah sama-sama pekerja, "para petani modern" yang pikiran serta tenaganya tercurah untuk membangun ekonomi bangsa. Sawahnya adalah industri-industri berbagai skala. Dan di antara buruh serta karyawan tidak ada kemunafikan dalam hal atribut. Niat kami bekerja memang demi memperoleh penghasilan, bukan demi atribut "pahlawan tanpa tanda jasa".
Jumlah kami sangat banyak, dan demi memperjuangkan nasib, sebagian di antara kami tidak bisa lagi hanya mengandalkan kebijakan pengusaha dan CEO, fatwa para agamawan, pendapat bijak para moralis, tutur kata idealis para budayawan, atau ucapan diplomatis para politikus. Maka jadilah organisasi serikat karyawan, serikat buruh, atau serikat pekerja sebagai harapan.
Di antara kami tidak sedikit yang terus berjuang mencari keadilan meskipun sadar tidak ada aparat hukum yang seadil Tuhan. Atau dengan kata lain mereka sadar bahwa di dunia ini tidak pernah akan ada penegakan hukum yang sempurna. Namun bukan berarti harus berhenti berjuang.
Dan di atas itu semua, mungkin masih banyak di antara kami yang sadar bahwa bekerja pada hakikatnya adalah untuk beribadah. Dalam rangka inilah, konsep bersyukur yang kami pahami adalah berterima kasih kepada Tuhan sambil tetap berusaha meraih yang terbaik. Toh Tuhan tidak mewajibkan umatnya untuk miskin, bukan ?
Ketika kami menyadari bahwa sedemikian kaya-rayanya sumber daya alam Indonesia, namun kehidupan ekonomi sebagian rakyatnya justru jauh di bawah rata-rata penduduk dunia, maka sampailah pada kesimpulan bahwa ada sesuatu yang keliru. Dan ketika menyadari ada sesuatu yang keliru, masih pantaskah kami diam ?
Kita tidak pernah tahu nominal rejeki yang akan diberikan oleh Tuhan. Karena itu terus berjuang sambil bersyukur adalah pilihan terbaik.
Realita adalah kejujuran tiada tara, karena realita berlaku nyata dalam gumpalan fakta. Sejumlah pekerjaan yang dahulu dibungkus oleh label-label moral murni seperti "pahlawan tanpa tanda jasa", "penyeru umat", "penyebar semangat", "pelita bangsa", dan sejenisnya kini telah banyak menampakkan diri dalam bentuknya sebagai profesi. Dan profesi selalu dikait-kaitkan dengan penghasilan. Dalam kondisi yang tidak terbantahkan seperti ini, maka yang diperlukan tinggallah profesionalisme. Artinya setiap profesi harus diiringi oleh profesionalisme dimana di dalamnya terkandung unsur-unsur kualitas, keadilan, tanggung-jawab sosial, dan tentu saja semangat.
Keadilan, ya keadilan. Jika merasa diperlakukan tidak adil ya menuntut dong pada institusi terkait. Tidak perlu senggol kiri dan senggol kanan mempermasalahkan jalur-laku para buruh. Malah jika mungkin tirulah langkah-langkah para buruh yang setahap demi setahap nampak semakin realistis dan mampu bersatu.
Hingga hari ini mungkin baru para buruh yang sanggup realistis menyodorkan diri apa adanya tanpa harus dibebani sejumlah atribut moral yang terlalu tinggi bergaya munafik. Terkecuali pada TKI yang masih sering disebut-sebut sebagai "pahlawan devisa". Dan sebutan tersebut bukanlah keinginan dari para TKI sendiri.
No comments:
Post a Comment