![]() |
| KSO Bermasalah Akibat Putus Kontrak - Ilustrasi |
SERANG - Mantan Direktur PT BGD M Saleh membantah bahwa kerja sama operasi atau KSO yang dijalankan direksi BGD yang lama bermasalah. Menurut Saleh, KSO tersebut dijalankan sesuai dengan semangat pengembangan usaha PT BGD. “Saya keberatan jika kerjasama itu (KSO-red) dikatakan bermasalah,” ujar Saleh kepada wartawan melalui sambungan ponsel saat dikonfirmasi, Rabu (8/4).
Saleh juga menuding bahwa tujuh KSO yang berdasarkan hasil audit dinyatakan bermasalah sehingga berpotensi mengalami kerugian Rp 20,3 miliar, terjadi setelah adanya perombakan jajaran direksi dan komisaris yang dilakukan pada Desember 2014 melalui rapat umum pemegang saham (RUPS).
Menurut Saleh yang harus bertanggung jawab adalah direksi saat ini, dan penyelesaiannya mengikuti dalam pasal-pasal perjanjian kerja sama. “Itu bermasalah kan karena diputus kontrak oleh direksi yang baru, maka potensial bermasalah. Dia (direksi baru-red) tidak baca pasal-pasal dalam kontrak, jadi potensi masalah,” tegasnya.Saleh menyatakan, KSO dilaksanakan sesuai perjanjian kerja sama dengan sejumlah perusahaan. Kerja sama itu, BGD menanamkan deposito. Itu dilakukan lantaran PT BGD pada 2014 diberikan penyertaan modal Rp 314,60 miliar dari Pemprov Banten. “Sebesar Rp 300 miliarnya kita ketahui kan untuk investasi Bank Banten, sisanya yang Rp 14,60 miliar sekian untuk pengembangan usaha,” jelas Saleh.
Saleh mengungkapkan, KSO pengelolaan briket kayu senilai Rp 10 miliar dilakukan dengan PT Buyang, KSO kapal tongkang dilakukan dengan PT Holmes. KSO dengan PT Buyang pada 2014 sebenarnya sudah mengembalikan uang Rp 400 juta. Dalam sebulan, PT Guyang berkewajiban mengembalikan Rp 150 juta. Sampai Agustus 2014 sudah masuk Rp 400 juta, setelah direksi diganti, itu (KSO-red) tidak lanjut. Jadi jangan salahkan saya. Saya sudah tidak bertanggung jawab sejak diganti,” tegasnya. Mantan kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Banten ini bahkan membantah adanya informasi bahwa investasi Rp 10 miliar ke PT Buyang hanya diterima Rp 3 miliar.
Menurut dia, investasi ke PT Buyang ada bukti transfer secara lengkap. “Ada bukti transfer ke Pak Aldin selaku Dirut PT Buyang. Pak Hidayat (mantan Komisaris PT BGD Hidayat Djauhari-red) dua kali transfer. Pertama Rp 3 miliar, kedua Rp 7 miliar. PT Buyang ini investasi PMDN (penanaman modal dalam negeri-red),” jelasnya.Selain itu, ungkap Saleh, KSO pembelian tongkang dengan PT Holmes pun melalui kontrak kerja sama. Dalam kerja sama ini PT BGD berinvestasi Rp 2,5 miliar, kemudian PT Holmes mengajukan pinjaman ke BRI selama empat tahun. “Nah setelah lunas nanti, komposisinya 70 persen milik BGD, sisanya PT Holmes,” ujarnya.
Terkait KSO lainnya, Saleh mengaku tidak hapal lantaran dipegang jajaran direksi lain ketika itu. Sebab, lanjut dia, setiap direksi dipercaya mencari peluang usaha. “Seperti Pak Reymond (mantan direktur komersial PT BGD), Pak Wira (mantan direktur keuangan PT BGD) mencari peluang (investasi),” katanya.Direktur PT BGD Wawan Zulmawan saat dikonfirmasi membantah kerugian dalam KSO terjadi setelah perombakan direksi dan komisaris BGD. Menurutnya, potensi loss itu terjadi sebelum September 2014 yang dilakukan oleh direksi yang lama. “Di bagian bawah handout (laporan keuangan-red) itu ada catatannya kok. Dilihat aja bagian bawahnya.
Saya kan menjabat 2 September. Potensi itu akibat investasi sebelum saya menjabat,” tudingnya.Diberitakan sebelumnya, kerja sama operasi atau KSO di perusahaan BUMD milik Pemprov Banten, yakni PT Banten Global Development (BGD) bermasalah. Berdasarkan data hasil audit tahun 2014 yang dilakukan Kantor Akuntan Publik (KAP) Noor Salim, Nur Sechan & Sinar Raharja yang diperoleh Banten Raya, tujuh dari sembilan KSO yang dilakukan PT BGD terhadap sejumlah bidang usaha mengalami masalah.Potensi kerugian (potensial loss) dari masalah di tujuh KSO tersebut mencapai Rp 20.384.582.325. Dari data audit diketahui bahwa dua KSO yang berjalan yakni KSO batching plant dengan nilai investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 1 miliar dan KSO cargo (tidak diketahui nilai investasinya).
Sedangkan tujuh KSO yang bermasalah yakni briket kayu Rp 10 miliar, KSO batu split Rp 1.120.000.000, KSO slag steel Rp 1,4 miliar, KSO kapal tongkang Rp 2,5 miliar, KSO pasir laut Rp 1 miliar, KSO tanah Rp 4 miliar, dan KSO tambak udang Rp 364.582.325. Dari keterangan hasil audit, tujuh KSO bermasalah ini pembukuannya tidak jelas dan sulit berkomunikasi. Sementara dua KSO yang berjalan dinyatakan sudah memberikan deviden.Dari ringkasan laporan keuangan hingga Desember 2014 diketahui bahwa deposito yang dimiliki PT BGD mencapai Rp 315 miliar, kas Rp 3,8 miliar, penyertaan Rp 45 miliar, dan aset ruko Rp 4,6 miliar. Pada September 2014 ditemukan adanya catatan saldo yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 5,5 miliar, namun tidak dijelaskan saldo apa yang dimaksud.(tim-one)

No comments:
Post a Comment